makalah sengketa internasionaL
BAB
I
PENDAHULUAN
Ada beberapa sebab
terjadinya sengketa internasional, antara lain:
a. Politik luar negeri
yang terlalu luwes atau sebaliknya terlalu kaku
Politik luar negeri
suatu bangsa menjadi salah satu penyebab kemungkinan timbulnya sengketa antarnegara.
Sikap tersinggung atau salah paham merupakan pemicu utama terjadinya konfl ik.
Salah satu contohnya adalah sikap Inggris yang terlalu luwes (fleksibel) dalam
masalah pengakuan pemerintahan Cina. Pada akhirnya mengakibatkan
ketersinggungan pihak Amerika Serikat yang bersikap kaku terhadap Cina.
b. Unsur-unsur
moralitas dan kesopanan antarbangsa
Dalam menjalin kerja
sama atau berhubungan dengan bangsa lain, kesopanan antarbangsa penting untuk
diperhatikan dalam etika pergaulan. Sebab jika kita menyalahi etika bisa saja
timbul konfl ik atau ketegangan. Hal ini pernah terjadi saat Singapura
mengundurkan diri dari perjanjian dengan Malaysia, meskipun hubungan baik telah
lama mereka jalin.
c. Masalah klaim batas
negara atau wilayah kekuasaan
Negara-negara yang
bertetangga secara geografi s berpeluang besar terjadi konfl ik atau sengketa
memperebutkan batas negara. Hal ini dialami antara lain oleh
Indonesia-Malaysia, India-Pakistan, dan Cina-Taiwan.
d. Masalah hukum
nasional (aspek yuridis) yang saling bertentangan Hukum nasional setiap negara
berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan kondisi masyarakatnya. Jika suatu
negara saling bekerja sama tanpa mempertimbangkan hukum nasional negara lain,
bukan tidak mungkin konfrontasi bisa terjadi. Hal ini terjadi saat Malaysia
secara yuridis menentang cara-cara pengalihan daerah Sabah dan Serawak dari
kedaulatan Kerajaan Inggris ke bawah kedaulatan Malaysia.
e. Masalah ekonomi
Faktor ekonomi dalam praktek hubungan antara negara ternyata sering kali memicu
terjadinya konfl ik internasional. Kebijakan ekonomi yang kaku dan memihak
adalah penyebab terjadinya konfl ik. Hal ini dapat terlihat ketika Amerika
Serikat mengembargo minyak bumi hasil dari Irak yang kemudian menjadikan konfl
ik tegang antara Amerika Serikat dan Irak.
1. Pengertian Sengketa Internasional
Sengketa Internasional (internasional dispute)
adalah perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan
individu-individu, atau Negara dengan badan-badan/lembaga yang menjadi subjek
hukum internasional.
2. Penyebab
Sengketa Internasional
Sengketa internasional bisa terjadi karena berbagai
sebab, diantaranya:
*Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam
perjanjian internasional.
*Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian
iinternasional.
*Perebutan sumber-sumber ekonom.
*Perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun
keamanan regional maupun internasional.
*Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.
*Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
Faktor penyebab terjadinya konflik antarbangsa
selama sejarah umat manusia dapat dideskripsikan sebagai berikut:
*Sengketa antarbangsa karena klaim tentang batas
wilayah, terutama wilayah daratan.
*Sengketa antarbangsa karena klaim tentang
kepemilikan sebuah pulau atau gugusan pulau.
*Sengketa antarbangsa karena klaim tentang
kepemilikan sumber air, terutama sungai.
*Sengketa antarbangsa karena ambisi untuk menguasai
wilayah daulat Negara lain berdasarkan
interpretasi sejarah yang berlebihan.
*Sengketa antarbangsa karena klaim atas kepemilikan
laut dan batas-batas wilayah laut
*Sengketa antarbangsa tentang masalah minyak bumi
serta hak atas penguasaan.
*Sengketa antarabangsa karena perbedaan kepentingan
ideology, politik, social, ekonomi dan militer.
*Sengketa
antarabangsa karena klaim atas kepemilikan wilayah strategis.
*Sengketa antarabangsa karena klaim tentang
pelanggran terhadap perjanjian internasional atau konvensi internasional.
A. Penyelesaian sengketa
internasional secara politik
1). Negosiasi
Negosiasi merupakan teknik penyelesaian sengketa
yang paling tradisional dan paling sederhana. Teknik negosiasi tidak melibatkan
pihak ketiga, hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
terkait. Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh kedua belah pihak akan diperoleh
jalan keluar dan menyebabkan pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah
untuk dipecahkan.
2). Mediasi dan jasa-jasa baik (Mediation and good
offices)
Mediasi merupakan bentuk lain dari negosiasi,
sedangkan yang membedakannya adalah keterlibatan pihak ketiga. Pihak ketiga
hanya bertindak sebagai pelaku mediasi (mediator), komunikasi bagi pihak ketiga
disebut good offices. Seorang mediator merupakan pihak ketiga yang memiliki
peran aktif untuk mencari solusi yang tepat guna melancarkan terjadinya
kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai. Mediasi hanya dapat terlaksana
dalam hal para pihak bersepakat dan mediator menerima syarat-syarat yang
diberikan oleh pihak yang bersengketa.
Perbedaan antara jasa-jasa baik dan mediasi adalah
persoalan tingkat. Kasus jasa-jasa baik, pihak ketiga menawarkan jasa untuk
mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa dan mengusulkan (dalam bentuk syarat
umum) dilakukannya penyelesaian, tanpa secara nyata ikut serta dalam
negosiasi-negosiasi atau melakukan suatu penyelidikan secara seksama atas
beberapa aspek dari sengketa tersebut. Mediasi, sebaliknya, pihak yang
melakukan mediasi memiliki suatu peran yang lebih aktif dan ikut serta dalam negosiasi-negosiasi
serta mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa sedemikian rupa sehingga jalan
penyelesaiannya dapat tercapai, meskipun usulan-usulan yang diajukannya tidak
berlaku terhadap para pihak.
3). Konsiliasi (Conciliation)
Menurut the Institute of International Law melalui
the Regulations the Procedur of International Conciliation yang diadopsinya
pada tahun 1961 dalam Pasal 1, konsiliasi disebutkan sebagai suatu metode
penyelesaian pertikaian bersifat internasional dalam suatu komisi yang dibentuk
oleh pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan proses
penyelesaian pertikaian. Istilah konsiliasi (conciliation) mempunyai arti yang
luas dan sempit. Pengertian luas konsiliasi mencakup berbagai ragam metode di
mana suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-negara lain
atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak.
Pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah
komite untuk membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi
penyelesaian sengketa tersebut.
4). Penyelidikan (Inquiry)
Metode penyelidikan digunakan untuk mencapai
penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan
untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional,
yang relevan dengan permasalahan. Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan
yang timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang disertai
dengan penyelesaiannya.
Pada tanggal 18 Desember 1967, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi yang menyatakan pentingnya metode pencarian
fakta (fact finding) yang tidak memihak sebagai cara penyelesaian damai dan
meminta negara-negara anggota untuk lebih mengefektifkan metode-metode
pencarian fakta.
5). Penyelesaian di bawah naungan organisasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Amanat yang disebutkan dalam Pasal 1 Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa, salah satu tujuannya adalah untuk memelihara
perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan tersebut sangat terkait erat
dengan upaya penyelesaian sengketa secara damai. Isi Piagam PBB tersebut di
antaranya memberikan peran penting kepada International Court of Justice (ICJ)
dan upaya penegakannya diserahkan pada Dewan Keamanan. Berdasarkan Bab VII
Piagam PBB, DK dapat mengambil tindakan-tindakan yang terkait dengan penjagaan
atas perdamaian. Sedangkan Bab VI, Dewan Keamanan juga diberikan kewenangan
untuk melakukan upaya-upaya yang terkait dengan penyelesaian sengketa. Melalui
pasal 2 piagam PBB, anggota-anggota PBB harus berusaha menyelesaikan
sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai dan menghindarkan ancaman
perang /penggunaan kekerasan.
6). Arbitrase
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa secara
damai yang dilakukan dengan cara menyerahkan penyelesaian sengketa kepada
orang-orang tertentu, yaitu arbitrator yang dipilih bebeas oleh pihak yang
bersengketa.
Dalam proses arbitrasi ada prosedur yang harus
ditempuh yaitu:
Masing-masing
Negara yang bersengketa tersebut menunjuk 2 arbitrator. Salah seorang diantaranya
boleh warga Negara mereka sendiri, atau didipilih dari orang-orang yang
dinominasikan oleh Negara itu sebagai anggota panel mahkamah arbitrasi.Para
arbitrator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua
dari pengadilan arbitrasi tersebut. Putusan diberikan melalui suara terbanyak.
7). Penyelesaian yudisialAdalah suatu penyelesaian
sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional yang dibentuk
sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Lembaga
pengadilan internasional yang berfungsi sebaai organ penyelesaian yudisial
dalam masyarakat internasional adalah International Court of Justice.
B. Penyelesaian Sengketa
Internasional secara Kekerasan
1). Retorsi
Retorsi adalah Pembalasan yang dilakukan oleh Negara
terhadap tindakan yang tidak pantas yang dilakukan oleh Negara lain. Balas
dendam dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang tidak bersahabat tetapi sah.
Misalnya dengan cara menurunkan status hubungan diplomatik, pencabutan
privilege diplomatik, atau penarikan diri dari kesepakatan-kesepakatan fiskal
dan bea masuk
2). Perang dan tindakan bersenjata non-perang
Perang dan tindakan bersenjata non-perang merupakan
Pertentangan yang disertai penggunaan kekerasan dengan tujuan menundukkan lawan
dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian suatu sengketa internasional.
3). Tindakan-tindakan pembalasan
Pembalasan adalah cara penyelesaian sengketa
internasional yang digunakan oleh suatu Negara untuk mengupayakan diperolehnya
ganti rugi dari Negara lain. Cara penyelesaian sengketa tersebut adalah dengan
melakukan tindakan pemaksaan kepada suatu Negara untuk menyelesaikan sengketa
yang disebabkan oleh tindakan illegal atau tidak sah yang dilakukan oleh Negara
tersebut.
4). Blokade secara damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang
dilakukan pada waktu damai biasanya dengan memblokade pelabuhan agar Negara
yang diblokir memenuhi permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh
Negara yang memblokade.
5). intervensi (intervention)
Intervensi adalah cara untuk menyelesaikan sengketa
internasional dengan melakukan tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan
politik Negara tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional.
Ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam kategori intervensi sah adalah sbb:
· Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB
· Intervensi untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan warga negaranya
· Pertahanan diri
· Negara yang menjadi objek intervensi dipersalahkan
melakukan pelanggaran
berat terhadap hukum internasional.
4. Negara-Negara yang Bersengketa Saat Ini
Konflik perebutan wilayah antara Filipina dengan
Malaysia mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur.
Konflik antara Singapura dengan Malaysia tentang
perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor;
Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei
mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta
batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di
wilayah perbatasan;
Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan
wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel;
Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan
Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim
cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan; Konflik intensitas rendah (Low
intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status
pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly; Konflik antara Cina dengan Jepang
mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai);
Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai
pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut
Jepang;
Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang
mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan;
Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah
Kashmir.
5. Peranan Mahkamah Internasional dalam
Menyelesaikan Sengketa Internasional
A. Kedudukan Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional memiliki kedudukan yang
sederajat dengan lembaga-lembaga utama PBB yang lainnya, yaitu Majelis Umum,
Dewan Keamanan, Dewan perwalian, Sekretariat Jenderal dan Dewan Ekonomi dan
Sosial. Maka dari itu Mahkamah Internasional bukan merupakan badan peradilan
umum PBB yang bersifat memaksa terhadap lembaga lainnya. Mahkamah hanya
memiliki kewenangan untuk memberi nasihat apabila diminta dan pemberian nasihat
itu tidak mengikat atau memiliki kedudukan lebih tinggi dari keputusan Majelis
Umum PBB. Demikian juga halnya dalam pemeriksaan berbagai perkara yang diajukan
kepada Mahkamah InternasioNal maka lembaga-lembaga PBB lainnya tidak boleh
mencampuri urusan Mahkamah. Sebagai salah satu lembaga utama PBB terbentuknya
Mahkamah Internasional tidak terlepas dari tujuan dibentuknya PBB. Tujuan
diatas menegaskan perlunya dibentuk suatu lembaga atau badan peradilan yang
diberi wewenang menyelesaikan sengketa secara damai.
A. Proses Penyelesaian Sengketa Internasional Oleh
Mahkamah Internasional
Dalam proses penyelesaian sengketa Mahkamah
Internasional bersifat pasif artinya hanya akan bereaksi dan mengambil
tindakan-tindakan bila ada pihak-pihak berperkara mengajukan ke Mahkamah
Internasional. Dengan kata lain Mahkamah Internasional tidak dapat mengambil
inisiatif terlebih dahulu untuk memulai suatu perkara. Dalam mengajukan perkara
terdapat 2 tugas mahkamah yaitu menerima perkara yang bersifat kewenangan
memberi nasihat (advisory opinion) dan menerima perkara yang wewenangnya untuk
memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh negara-negara (contensious
case).
Dalam upaya penyelesaian perkara ke Mahkamah
Internasional bukanlah merupakan kewajiban negara namun hanya bersifat
fakultatif. Artinya negara dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa dapat
melalui berbagai cara lain seperti saluran diplomatik, mediasi, arbitrasi, dan
cara-cara lain yang dilakukan secara damai. Meskipun Mahkamah Internasional
adalah merupakan lembaga utama PBB dan anggota PBB otomatis dapat berperkara
melalui Mahkamah Internasional, namun dalam kenyataan nya bukanlah merupakan
kewajiban.
Bab
II
1. Sengketa Internasional antara Jepang Dan Korea
Penyebab :
Perebutan
kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku antara China-Jepang telah berlangsung sejak
tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ECAFE menyatakan bahwa diperairan
sekitar Pulau Daioyu/Senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar.
Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian
pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah
yang kemudian diprotes China, karena China merasa bahwa pulau tersebut adalah
miliknya.Sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang
membangun mercusuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir
kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari
China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar
yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi
Penyelesaian :
China
memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat
diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan
menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan
belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut
merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE
Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum
laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance
line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat
menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan
interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif
lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui
pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan
pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut
kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang,
karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu
menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun
sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat
digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya
dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus
ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut
cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
2. Sengketa Internasional antar Irak dan Kuwait
Penyebab :
Invasi
Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan
Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar
sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat
kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap
Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak
Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan
mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah
perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan
setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Penyelesaian:
Dewan
Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak
mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan
militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya
peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan
Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
3. Sengketa Internasional antara Indonesia dan Timor
Leste
Penyebab :
Klaim
wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh
Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara KesatuanRepublik
Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian
warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah
Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan
Timor Leste.
Penyelesaian :
Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam
rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor
Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
mendapatkan penyelesaian.Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste,
khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lima titik
tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang
memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga
titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan
Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).Berlarutnya penyelesaian
lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua
negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum
disepakati warga dari kedua negara yakni:
Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai
terdalam, dan persoalan pembagian tanah.
Semula,
pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur
sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu
berubah-ubahSelain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di
sungai yang berada di tapal batas kedua negara.
Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga
tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.warga kedua
negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka,
karena menyangkut persoalan batas Negara.
4. Sengketa Internasional antara Thailand dan
Kamboja
Penyebab :
Sengketa
Sengketa Kuil Preah Vihear sejak 1962 telah memicu konflik berdarah antara
Thailand dan Kamboja. Konflik akibat sengketa kuil tersebut kembali pecah pada
22 April lalu. Pemerintah Kamboja dan Thailand mengklaim bahwa kuil tersebut
milik kedua negara. Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional di Den Haag
memutuskan bahwa candi dari abad ke-11 itu milik Kamboja. Namun gerbang utama
candi tersebut berada di wilayah Thailand. Hingga kini, masih tetap terjadi
baku tembak di perbatasan dekat candi antara kedua belah pihak, sampa saat ini
18 Prajurit kedua belah pihak dinyatakan tewas dan memicu lebih dari 50 ribu
warga dievakuasi ke pusat-pusat pengungsian.
Thailand dan Kamboja juga saling tuding mengenai
siapa yang pertama kali menarik pelatuk senjata. Menurut Pemerintah Thailand,
insiden dimulai ketika pasukan Kamboja menembaki pihak Thailand. Sedangkan
menurut Pemerintah Kamboja, Militer Thailand melanggar garis perbatasan dan
menyerang pos militer kami di sepanjang perbatasan dari Ta Krabey hingga wilayah
Chub Koki yang berada jauh di tengah wilayah Kamboja. Tujuannya untuk mengambil
alih kedua candi yang diklaim milik Kamboja.
Penyelesaian :
Pemerintah
Kamboja memilih jalan meminta bantuan pengadilan tertinggi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Negara itu meminta pengadilan internasional memerintahkan
Thailand menarik tentaranya dan menghentikan aktivitas militer mereka di
sekitar kuil yang menjadi lokasi sengketa. Thailand dan Kamboja selanjutnya
meminta kesediaan Indonesia berperan sebagai penengah konflik yang terjadi di
antara keduanya. Permintaan ini disambut baik Pemerintah Indonesia dan
diwujudkan dengan cara membentuk tim peninjau. Komposisi tim peninjau terdiri
dari unsur sipil dan militer, yakni dari staf Kementerian Luar Negeri bekerja sama
dengan staf dari Kementerian Pertahanan serta perwira militer TNI.
Indonesia
sebagai ketua ASEAN sejak awal terjadinya bentrokan telah turut andil dalam
upaya mendamaikan kedua negara. Peran serta Indonesia didukung penuh oleh
Kamboja yang menyetujui rencana pengiriman tim peninjau dari Indonesia untuk
mengawasi gencatan senjata. Namun pada akhirnya pihak Thailand menentang yang
mengatakan bahwa permasalahan perbatasan seharusnya adalah masalah bilateral
dan tidak melibatkan pihak ketiga.
Konflik
Kamboja-Thailand ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan KTT ASEAN ke-18 di
Jakarta. Pada tanggal 7-8 di Istana Bogor. Perundingan tersebut tidak
menghasilkan kesepakatan apapun. Hal ini dikarenakan Thailand menolak tiga
permintaan Kamboja terkait usaha demokrasi perbatasan.
Salah satu tuntutan Kamboja untuk Thailand adalah
diadakannya kembali pertemuan pembahasan perbatasan atau pertemuan Joint Border
Commission (JBC) di Indonesia. Indonesia dipilih sebagai tempat pertemuan JBC
karena Indonesia sebagai ketua ASEAN telah diberi mandat oleh Dewan Keamanan
PBB untuk menengahi perselisihan kedua Negara. Pihak Thailand menolak hal
ini. Mereka menginginkan JBC hanya
dilakukan oleh kedua negara (Kamboja dan Thailand), tanpa peran Indonesia.
Tuntutan
lain yang ditolak Thailand adalah dikirimkannya tim teknis dari Kamboja ke 23
titik perbatasan yang dipersengketakan kedua negara, dan dilakukannya foto
pemetaan wilayah untuk mengidentifikasi pilar perbatasan. Thailand menolak
memenuhi tuntutan tersebut ialah karena mereka harus terlebih dahulu mengajukan
hal itu kepada parlemen Thailand untuk diratifikasi. Thailand berprinsip, tuntutan baru dapat
dipenuhi apabila ratifikasi telah dilakukan. Di sisi lain, Kamboja menilai
permintaan izin kepada parlemen Thailand adalah prosedur yang terlalu lama dan
bertele-tele. Menurut Kamboja, itulah
sebabnya hingga kini perundingan perbatasan antarkedua negara tidak pernah
rampung. Kamboja pun menuduh Thailand
tidak serius menerapkan diplomasi damai dalam berunding.
5. Sengketa Internasional antara Israel dan Palestina
Penyebab :
Dimulai
setelah perang dunia kedua. ketika masyarakat israel (yahudi) berpikir untuk
memiliki negara sendiri. (menurut sejarah mereka keluar dari tanah israel
setelah perang salib karena dituduh pro-kristen oleh tentara islam, yang
kemudian ditinggali oleh orang-orang filistin atau palestine).Pikiran berbentuk
zionisme yang didorong oleh genosida oleh NAZI pada perang dunia kedua. pilihan
letak negara itu tentu saja adalah tanah leluhur mereka yang pada saat itu
merupakan tanah jajahan inggris. karena secara leluhur mereka memilikinya tapi
juga secara religius beberapa tempat keagamaan Yahudi ada disana.Meskipun tidak
secara terbuka, negara-negara barat setuju dan mendukung(alasannya karena sebelum
orang palestina tinggal disana, tanah itu adalah milik israel). sebaliknya
negara-negara arab berargumen bahwa adalah karena jerman yang melakukan
genosida maka tanah jermanlah yang harus disisihkan untuk dijadikan negara
yahudi. Dibalik semua intrik politik dan keuntungan dan kerugian politik,
strategis , dll. inggris secara sukarela mundur dari negara dan memberikan
siapa saja untuk mengklaimnya. berhubung israel lebih siap maka mereka lebih
dahulu memproklamasikan negara.
Sebaliknya
orang-orang palestina yang telah tinggal dan besar disana tidak mau terima
mejadi bagian negara Yahudi (dalam literatur doktrin Islam pemimpin negara
harus seorang Muslim), sehingga bangsa Israel kemudian melihat orang palestina
sebagai ancaman dalam negeri, begitu juga dengan bangsa palestina yang
menganggap Israel sebagai penjajah baru. Hasilnya perang dan konflik yang telah
berbelit-belit.
6. Sengketa Internasional antara Georgia , Republik Abkhazia dan
Republik Ossetia Selatan
Abkhazia
dan Ossetia Selatan adalah dua negara erpublik pecahan Georgia di Kaukasus.
Keduanya telah berupaya melepaskan diri dari Georgia sejak tahun 1920-an.
Setelah Revolusi Rusia tahun 1917, Abkhazia dan Ossetia Selatan ditetapkan
sebagai dua republik otonom yang merupakan bagian dari Georgia dan termasuk di
dalam wilayah Uni Soviet. Namun setelah perang tahun 1920-an, Abkhazia dan
Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1923 dan 1922. Masalah
kedaulatan keduanya semakin kompleks di masa keruntuhan Uni Soviet dan Georgia mendeklarasikan
independensinya yang akhirnya berujung pada perang di tahun 1992 dan 2008.
Rusia pada akhirnya mengakui kedua republik tersebut sebagai negara yang
terpisah dan berdiri sendiri. Namun PBB, Uni Eropa dan NATO menolak mengakui
kedaulatan Abkhazia dan Ossetia Selatan.
7. Sengketa Internasional antara Republik Serbia dan
Republik Kosovo
Keruntuhan
negara sosialis di tahun 1990-an juga berpengaruh pada Yugoslavia. Pada masa
keruntuhan Yugoslavia, terbentuk lima negara baru; Bosnia-Herzegovina, Kroasia,
Makedonia, Slovenia, dan Republik Federasi Yugoslavia yang menaungi daerah
otonomi Kosovo. Pada tahun 1998-1999 pecah perang ketika "Kosovo
Liberation Army" menuntut kemerdekaan dari RF Yugoslavia. Setelah perang
berakhir, RF Yugoslavia melepas semua klaimnya atas Kosovo dan menerimanya
sebagai wilayah yang diawasi PBB. Pada tahun 2006, RF Yugoslavia pecah menjadi
Serbia dan Montenegro, sementara Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya dari
Serbia pada 17 Februari 2008 dengan memilih Pristina sebagai ibukota. Kosovo
diakui secara resmi sebagai sebuah negara oleh 80 negara anggota PBB plus
Taiwan. Meski telah menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, status Kosovo sampai
saat ini masih belum diakui sebagai negara berdaulat secara sepenuhnya.
8. Sengketa Internasional antara Maroko dan Republik Demokratik Arab Sahrawi
Sahara
Barat berada di wilayah Afrika yang dikelilingi Maroko, Algeria, dan
Mauritania. Wilayahnya sebagian besar terdiri atas padang pasir sehingga
populasinya pun hanya sekitar 500 ribu penduduk yang sebagian besar tinggal di
kota. Pada awalnya, Sahara Barat berada di bawah kekuasaan Imperium Spanyol.
Namun setelah Kesepakatan Madrid pada tahun 1975, ketika Spanyol sepakat untuk
mengakhiri keberadaannya di wilayah itu, Sahara Barat diklaim oleh Maroko dan
Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS). Sebanyak 20-25% wilayah Sahara Barat
berada di bawah kekuasaan RDAS sementara Maroko mengontrol selebihnya.
Kekuasaan RDAS diakui oleh 58 provinsi sedangkan 22 provinsi lain menarik
dukungan meerka dan 12 lainnya baru akan menentukan sikap setelah referendum
PBB. Namun hingga saat ini, PBB tidak mengakui Sahara Barat sebagai negara
berdaulat di bawah pemerintahan RDAS.
9. Sengketa Internasional antara Spanyol dan Inggris
Wilayah
Gibraltar telah jadi sengketa sejak bertahun-tahun lalu. Posisinya yang
strategis di Selat Gibraltar memungkinkan akses ke Laut Tengah dan Suez, yang
merupakan jalur penting pelayaran dan perdagangan internasional. Saat ini,
kendali militer selat itu dipegang oleh Inggris dan Maroko meskipun Spanyol
memiliki pangkalan militer yang cukup besar di area yang sama. Awalnya,
Gibraltar dikuasai oleh kekuatan Anglo-Belanda pada tahun 1704. Kemudian pada
tahun 1713 Spanyol menyerahkannya pada Inggris melalui Perjanjian Utrecht.
Sejak itu, Spanyol tiga kali berusaha mengambil alih kembali Gibraltar namun
tidak berhasil. Referendum yang diadakan pada 1967 dan 2002 yang bertujuan
untuk mengembalikan wilayah itu ke Spanyol, justru menghasilkan sebaliknya, 99%
penduduk memilih untuk tetap berada di bawah kekuasaan Inggris. Memang tidak
ada ketegangan berarti antara Spanyol dan Inggris terkait klaim wilayah ini,
namun Spanyol tetap tidak mau melepaskan kekuasaan politiknya atas Gibraltar.
10. Sengketa Internasional antara Argentina dan
Inggris Raya
Kepulauan ini terkait erat dengan Kepualaun Falkland
yang juga menjadi sumber keretakan hubungan Argentina dan Inggris. Sejak James
Cook mendarat di Georgia Selatan pada tahun 1775 dan Kepulauan Sandwich pada
tahun 1908, Inggris menganeksasi keduanya pada 1908. Sedangkan Argentina
mengklaim kekuasaannya berdasarkan keberadaan perusahaan penangkapan paus yang
mulai beroperasi tahun 1908 di Georgia Selatan, namun telah menandatangani
perjanjian sewa kepada pemerintah Kepulauan Falkland sejak tahun 1906. Pada
tahun 1985, Georgia Selatan dan Kepualauan Sandwich Selatan resmi menjadi
wilayah luar negeri Inggris. Namun Argentina tetap melanjutkan klaim
kedaulatannya atas kedua wilayah kepualauan itu. Perkembangan terbaru pada
tahun 2010, Presiden Venezuela, Hugo Chavez, menelpon Ratu Elizabeth II untuk
menyerahkan Georgia Selatan dan Kepulauan Falkland kepada Argentina.
11. Sengketa
Internasional antara Pemerintah
Adminsitrasi Tibet dan Republik Rakyat China
Sejarah kedaulatan Tibet terentang panjang sejak
abad 13. Secara hukum, pemerintah Republik Rakyat China (RRC) melihat Tibet
sebagai bagian tak terpisahkan sejak Dinasti Yuan. Fakta ini didukung peta kuno
dan negara-negara lain sehingga menjadikan Tibet sebagai wilayah otonom China.
Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan Perancis serta banyak negara lain
mengakui Tibet sebagai bagian dari China. Akar konflik yang terus berlanjut
hingga saat ini terjadi saat Invasi China ke Tibet pada tahun 1950, ketika
pemerintahan baru komunis memulai "Pembebasan Seluruh Wilayah China"
sehingga menimbulkan pecahnya perang. Setalah perang berakhir, Pemerintah
Administrasi Tibet (PAT), yang diwakili Dalai Lama, menyerahkan Tibet kepada
China dengan 17 poin.
12. Sengketa Internasional antara Republik Siprus dan Republik Turki Siprus
Utara
Siprus
merupakan kelanjutan konflik Yunani dan Turki di era modern. Konflik kedua
negara sendiri telah berlangsung selama berabad-abad. "Kepemilikan"
Siprus selalu berpindah tangan antara Turki dan Inggris sepanjang sejarah sejak
pertama kali dikuasai Kekaisaran Turki Ottoman. Diantara penguasaan kedua
negara tersebut, muncul pula beberapa kali pemberontakan yang mendukung
kedaulatan penuh dari salah satu negara. Salah satunya dilakukan kelompok
perlawanan Siprus Turki EOKA yang menginginkan penyatuan Siprus dengan Turki.
Dari sekian lama pergolakan yang masih terjadi hingga sekarang, Turki menguasai
37% bagian utara pulau tersebut dan mengklaim secara de facto berdirinya
Republik Turki Siprus Utara. Meski begitu, pertempuran antara Yunani dan Siprus
Turki masih jadi pemandangan harian hingga saat ini. Inggris, Yunani, dan Turki
pun harus meminta NATO untuk turut menjaga perdamaian. Sementara di sisi lain,
hanya Turki yang mengakui Republik Turki Siprus Utara sebagai sebuah negara dan
sampai sekarang tidak ada tanda-tanda pulau tersebut akan bersatu dalam sebuah
negara utuh.
13. Sengketa Internasional antara Republik Rakyat China dan Republik China
(Taiwan)
Republik
China (Taiwan) memperoleh dukungan internasional atas keputusannya memisahkan
diri dari Republik Rakyat China (RRC). Beberapa negara bahkan menyarankan untuk
menanggalkan nama China dan menggantinya menjadi Republik Taiwan untuk
melepaskan hubungan dari negara komunis itu. Sebelum Perang Dunia (PD) 2, Taiwan
dimiliki oleh Jepang sedangkan nama Republik China mengacu pada negeri China
daratan. Setelah PD 2, Jepang menyerahkan Taiwan kepada Republik China. Namun
karena perang saudara yang terjadi antara RRC dan Republik China, kepemilikan
Taiwan pun jadi tidak jelas sehingga pada akhirnya mendeklarasikan diri sebagai
sebuah negara berdaulat yang terlepas dari RRC yang menguasai China daratan.
RRC menolak mengakui Taiwan sebagai sebuah negara dan tidak menjalin hubungan
diplomatik dengan negara-negara yang mengakui Taiwan. Sampai sekarang, Taiwan
belum memperoleh pengakuan penuh sebagai sebuah negara. Hanya 23 negara yang
menjalin hubungan diplomatik resmi dengan negara pulau itu sementara negara
lainnya, meskipun mengakui Taiwan sebagai sebuah negara, memilih untuk menjalin
hubungan diplomatik tidak resmi.
Komentar
Posting Komentar